
Pangandaran, suryapangandarannews com – Penolakan terhadap proyek pembangunan muara baru oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy di kawasan Karangtirta, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, terus meluas. Forum Masyarakat Pesisir Pangandaran yang terdiri dari berbagai elemen nelayan, petani, dan organisasi lokal kembali menyuarakan keberatannya. Mereka menyebut proyek senilai Rp80 miliar itu berpotensi menimbulkan lebih banyak kerugian daripada manfaat.
Penolakan tersebut disampaikan dalam konferensi pers pada Jumat (30/05/2025) di kawasan pesisir Pangandaran. Forum menilai proyek pembangunan muara baru dapat memicu tiga dampak serius, yakni: ancaman banjir di Sungai Citinjong, pencemaran air tawar serta kerusakan sawah, dan potensi runtuhnya Jembatan Wiradinata.
Menurut juru bicara Forum Masyarakat Pesisir, Jeje Wiradinata, pembangunan muara baru akan mempercepat masuknya air laut ke daratan. Ketika terjadi pasang laut bersamaan dengan hujan deras, arus balik air laut akan menutup aliran Sungai Citinjong. Hal ini meningkatkan risiko banjir di kawasan pertanian warga. “Alih-alih memperbaiki kondisi sungai, proyek ini malah bisa memicu banjir yang merusak lahan pertanian,” ujar Jeje Wiradinata.
Proyek ini juga dinilai berisiko menyebabkan intrusi air laut ke dalam sistem sungai, menciptakan air payau yang berbahaya bagi pertanian. “Jika air payau masuk ke sawah, padi milik warga akan gagal panen. Ini ancaman serius bagi ketahanan pangan lokal,” lanjut Jeje.
Arus deras dari laut yang tak terkendali akibat perubahan sistem aliran sungai dikhawatirkan akan menggerus fondasi Jembatan Wiradinata. Jembatan ini merupakan akses utama masyarakat pesisir menuju pusat kegiatan ekonomi dan layanan publik. “Tanpa jaminan teknis dan mitigasi yang jelas, jembatan ini bisa runtuh sewaktu-waktu,” tegas Forum.
Penolakan muncul karena masyarakat menilai proyek tidak transparan dan mengabaikan partisipasi publik. Forum mempertanyakan urgensi proyek serta siapa yang akan mendapat manfaat langsung darinya.
“Hingga hari ini, tujuan proyek belum pernah dijelaskan secara terbuka. Kami tidak tahu siapa yang diuntungkan. Jangan sampai ini hanya proyek mercusuar yang mengorbankan warga,” kata Jeje.
Forum Masyarakat Pesisir menuntut agar proyek dihentikan sementara hingga dilakukan kajian ulang yang benar-benar melibatkan masyarakat serta ahli lingkungan. Mereka juga mendesak adanya mediasi antara BBWS Citanduy, pemerintah daerah, dan warga agar solusi bisa dicapai secara adil.
“Kami tidak ingin keputusan sepihak. Pemerintah harus memfasilitasi dialog terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan,” ujar Jeje.
Forum menyatakan tidak akan tinggal diam. Mereka saat ini tengah menggalang dukungan publik dan merencanakan langkah advokasi lebih luas, termasuk berkonsultasi dengan Susi Pudjiastuti, tokoh nasional asal Pangandaran yang dikenal vokal dalam isu kelautan dan lingkungan.
“Kami akan terus bersuara. Jika tidak ada tanggapan serius, kami siap menggelar aksi besar dan membawa masalah ini ke pemerintah pusat,” pungkas Jeje.
Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran, Asep Noordin, menyatakan pihaknya telah menerima keluhan masyarakat dan meminta agar BBWS menunda sementara proyek sampai dilakukan evaluasi menyeluruh.
“Kami mendengar jelas suara masyarakat. DPRD akan memanggil BBWS dan instansi terkait untuk meminta penjelasan. Kami tidak akan membiarkan proyek yang berpotensi merugikan masyarakat ini dilanjutkan tanpa kajian komprehensif dan partisipatif,” tegas Asep.
Ia juga meminta pemerintah daerah agar tidak hanya bertindak sebagai fasilitator proyek pusat, tetapi juga sebagai pelindung kepentingan rakyat.
Kekhawatiran juga datang dari para petani sekitar kawasan proyek. Salah satu petani, Anton Sugandi (67), warga Dusun Ciheras, Desa Sukaresik menyebut intrusi air laut ke sungai akan berdampak langsung pada irigasi pertanian yang digunakan ribuan petani.
“Kami menggantungkan hidup dari sawah. Kalau air sungai tercampur air asin, habislah panen kami. Pemerintah harus pikirkan ini sebelum semuanya terlambat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa selama ini tidak ada sosialisasi langsung dari BBWS kepada petani terkait dampak proyek tersebut terhadap sistem pertanian yang sudah berjalan puluhan tahun.
Sementara itu, Iwan M Ridwan, tokoh masyarakat Karangtirta yang juga anggota DPRD kabupaten Pangandaran, menilai proyek ini mencerminkan lemahnya komunikasi antara pemerintah pusat dan masyarakat lokal.
“Ini bukan soal pembangunan semata, tapi soal keadilan lingkungan. Masyarakat pesisir sudah lama hidup berdampingan dengan alam. Kalau ada proyek besar seperti ini, seharusnya masyarakat yang pertama diajak bicara, bukan justru disingkirkan,” kata Iwan M Ridwan.
Ia juga menyoroti ketimpangan informasi dan minimnya keterlibatan publik dalam perencanaan proyek yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat kecil. (Hrs)