
PANGANDARAN, Surya Pangandaran News – Momentum peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia pada 30 Juli 2025 menjadi penanda komitmen nyata Polres Pangandaran dalam memerangi kejahatan kemanusiaan. Melalui Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim), kepolisian berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dibungkus dalam modus prostitusi online.
Pengungkapan dilakukan pada Selasa malam, 29 Juli 2025, melalui penggerebekan di sebuah penginapan berinisial OYO SA yang berlokasi di Jalan Kidang Pananjung, kawasan yang cukup ramai di sekitar destinasi wisata Pantai Pangandaran. Aksi ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas tidak wajar di salah satu kamar penginapan tersebut.
Dari hasil operasi itu, polisi mengamankan lima orang, terdiri dari dua perempuan dan tiga pria. Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, satu orang pria berinisial RFL (23) yang diketahui berstatus sebagai mahasiswa, ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga kuat berperan sebagai mucikari yang memperdagangkan dua korban perempuan melalui jaringan daring.
“Modus yang digunakan tersangka adalah menawarkan jasa seksual dua perempuan berinisial MY (alias Amel) dan RSI (alias Karin) kepada pelanggan pria melalui media sosial dan aplikasi perpesanan,” jelas Kapolres Pangandaran, AKBP Dr. Andri Kurniawan, S.I.K., M.H., melalui Kasat Reskrim Polres Pangandaran, AKP Idas Wardias, S.H., M.H., dalam keterangan resmi kepada awak media, Kamis (31/7/2025).
Tersangka RFL mengatur pertemuan dan tarif layanan melalui ponselnya, yang kini telah diamankan sebagai barang bukti utama. Dari penyelidikan awal, diketahui bahwa setiap transaksi dilakukan secara tertutup dan berpindah-pindah lokasi untuk menghindari pantauan aparat.
Menurut AKP Idas, kasus ini merupakan salah satu bentuk baru dari praktik perdagangan orang yang mengeksploitasi perempuan muda untuk keuntungan ekonomi. Meski berbalut prostitusi, praktik ini sudah masuk kategori TPPO karena adanya eksploitasi, pemanfaatan teknologi untuk rekrutmen, dan keuntungan sepihak dari pelaku.
“Ini bukan sekadar prostitusi, ini sudah termasuk perdagangan orang karena pelaku mengambil keuntungan dengan memperdagangkan tubuh orang lain. Korban mengalami tekanan secara ekonomi dan psikologis,” ujarnya.
Dalam kasus ini, polisi juga tengah mendalami kemungkinan adanya jaringan lebih besar yang terlibat, termasuk potensi perekrutan korban lain melalui media sosial. Kedua korban perempuan akan mendapat pendampingan hukum dan psikologis, bekerja sama dengan Dinas Sosial dan lembaga perlindungan perempuan dan anak.
Tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta.
Kasat Reskrim menegaskan bahwa penindakan tegas ini menjadi bukti nyata komitmen kepolisian dalam memerangi segala bentuk eksploitasi manusia, terutama di wilayah hukum Pangandaran yang dikenal sebagai daerah wisata.
“Kami tidak akan memberi ruang bagi pelaku perdagangan orang. Ini adalah bentuk kejahatan yang sangat merendahkan martabat manusia dan melanggar hak asasi. Apalagi dilakukan di wilayah wisata yang harusnya aman bagi semua orang,” tegasnya.
Ia juga mengimbau masyarakat agar lebih aktif melaporkan jika menemukan indikasi praktik prostitusi terselubung atau eksploitasi melalui daring. “Kita harus bersinergi. Tidak cukup hanya penindakan, perlu ada kesadaran kolektif dari masyarakat untuk mencegah dan melindungi para korban,” tambahnya. (Hrs)
Sumber: Humas Polres Pangandaran