
Pangandaran, suryapangandarannews.com – Serikat Petani Pasundan (SPP) membantah keras anggapan bahwa mereka tidak peduli terhadap pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Tuduhan tersebut dinilai tidak berdasar dan menyesatkan, mengingat SPP telah berperan aktif dalam mengenalkan potensi wisata Pangandaran melalui berbagai forum regional dan internasional.
Salah satu bentuk kontribusi konkret SPP, menurut pernyataan salah seorang anggota, Arif Budiman adalah ketika organisasi petani ini menggelar forum pertemuan petani se-Asian pada Oktober 2024 lalu. Acara yang berlangsung di Hotel Benson, Pangandaran, tersebut dihadiri oleh delegasi petani dari berbagai negara ASEAN dan difokuskan pada penguatan jejaring antarpetani serta promosi potensi agraria dan wisata desa di Indonesia, khususnya Pangandaran.
“Kami justru jadi pihak yang pertama memperkenalkan kekayaan wisata Pangandaran di hadapan petani-petani Asia. Kami bawa mereka ke desa-desa, kami kenalkan budaya lokal, produk pertanian, juga keindahan alam yang dimiliki Pangandaran. Jadi sangat keliru jika ada yang menyebut SPP tidak peduli terhadap pariwisata,” tegas Arif Budiman, anggota SPP saat diwawancarai pada Senin (16/6/2025).
Menurutnya, promosi wisata tidak selalu harus dilakukan dengan cara komersial atau oleh lembaga pemerintah semata. SPP memiliki pendekatan tersendiri, yakni dengan mengangkat potensi lokal yang berbasis pada kekuatan komunitas dan kearifan lokal.
“Pariwisata yang kami dorong bukan yang eksploitatif. Kami ingin pariwisata yang memberi manfaat untuk masyarakat lokal, bukan yang hanya memperkaya segelintir investor. Karena itu, ketika kami undang petani ASEAN, kami pastikan mereka melihat wajah asli Pangandaran: petani, nelayan, UMKM, dan budaya,” ujarnya.
Lebih lanjut, SPP juga menyoroti kecenderungan selama ini di mana promosi wisata Pangandaran justru kerap didominasi oleh narasi-narasi elitis yang tidak melibatkan rakyat kecil. Dalam banyak kesempatan, daerah wisata ini seolah disingkirkan dari peta promosi nasional karena tidak sesuai dengan standar kapitalistik industri wisata besar.
“Pangandaran selama ini malah kerap dibeclis (disisihkan) dalam promosi resmi oleh negara. SPP justru hadir untuk mengisi kekosongan itu. Kalau pemerintah atau pelaku industri tidak mengangkat, maka rakyat harus punya inisiatif. Kami yang bergerak lewat jalur petani,” ungkapnya.
Arif Budiman berharap pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang bisa lebih terbuka dalam membangun pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan. Sinergi antara sektor pertanian dan pariwisata dinilai sangat potensial jika dijalankan dengan visi yang sama: kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami terbuka untuk bersinergi. Tapi pariwisata yang dibangun harus yang berpihak pada rakyat, bukan yang menggusur sawah dan mengasingkan warga lokal dari tanahnya sendiri,” pungkasnya.
Dengan pernyataan ini, SPP menegaskan bahwa mereka tidak hanya berjuang dalam isu agraria, tetapi juga berkomitmen mendorong pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan sebagai bagian dari perjuangan menuju keadilan sosial dan kemandirian desa. (Hrs)