
Jakarta – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta menyita aset tanah milik tersangka BS dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit fiktif di Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) Cabang Jakarta untuk periode 2023–2024. Aset berupa lahan seluas 31.631 meter persegi itu ditaksir bernilai lebih dari Rp50 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasie Penkum) Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan, menjelaskan bahwa penyitaan dilakukan pada Kamis, 22 Mei 2025, di Desa Bantar Panjang, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
“Penyitaan aset tersebut didampingi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang. Berdasarkan data Zona Nilai Tanah (ZNT), estimasi nilainya lebih dari Rp50 miliar,” ujar Syahron kepada wartawan, Sabtu (24/5).
Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya Kejati dalam menelusuri dan memulihkan kerugian keuangan negara akibat dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh sejumlah pihak dalam pemberian kredit fiktif di Bank Jatim Cabang Jakarta.
Dalam perkara ini, penyidik telah menetapkan tiga tersangka, yaitu BN selaku Kepala Cabang Bank Jatim Jakarta, BS selaku pemilik PT Indi Daya Group, dan ADM selaku Direktur PT Indi Daya Rekapratama serta Indi Daya Group.
Menurut Kejati, selama periode 2023 hingga 2024, Bank Jatim Cabang Jakarta yang dipimpin BN telah memberikan fasilitas kredit kepada BS dan ADM berupa 65 fasilitas Kredit Piutang dan empat fasilitas Kredit Kontraktor. Namun, pemberian kredit tersebut tidak memenuhi syarat yang tertuang dalam dua Keputusan Direksi Bank Jatim, masing-masing tertanggal 12 April 2023 dan 29 September 2023, yang mengatur prosedur kredit piutang dan kredit kontraktor.
“Pengajuan fasilitas kredit tersebut menggunakan agunan berupa Surat Perintah Kerja (SPK) dan invoice fiktif dari sejumlah perusahaan BUMN, serta laporan keuangan yang diragukan kebenarannya. Perusahaan-perusahaan itu merupakan nominee yang dibentuk tersangka BS untuk keperluan pengajuan kredit,” ungkap Syahron.
Hasil perhitungan internal Bank Jatim yang dilakukan atas permintaan penyidik menunjukkan, kerugian keuangan negara akibat kasus ini mencapai Rp569.425.000.000.
“Penyitaan aset ini merupakan bagian dari langkah tegas Kejaksaan dalam menegakkan hukum dan memastikan pengembalian kerugian negara,” tegas Syahron. (Vgt)